Semarang – Mangrove Tag. Mangrove Tag kembali melakukan program pemantauan mangrove di Semarang Mangrove Center (SMC), Jawa Tengah (Jateng). Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kondisi bibit mangrove hasil dari program pendampingan penanaman dan pemantauan 350 bibit mangrove yang sudah dilakukan oleh Mangrove Tag kepada Sekolah Kristen Tritunggal, beberapa waktu yang lalu. (7/3/2025).
Pemantauan bibit mangrove merupakan kegiatan penilaian dan pengawasan bibit mangrove yang telah ditanam, terdiri dari kegiatan monitoring dan evaluasi (monev) dan penyulaman dengan tujuan untuk menilai keberhasilan penanaman dan memastikan bibit tumbuh optimal.
Kegiatan ini juga berfungsi untuk mengidentifikasi masalah sejak dini, seperti gangguan hama, abrasi, atau kondisi lingkungan yang tidak mendukung. Selain itu, hasil pemantauan digunakan untuk mengevaluasi dan memperbaiki metode penanaman agar lebih efektif. Data yang diperoleh juga menjadi dasar pelaporan dan pertanggungjawaban kepada pihak terkait.

Salah satu bibit yang dipantau terdapat bakal daun baru.
Kegiatan monev dimulai pada pukul 09.00 WIB oleh Mangrove Tag yang diwakili oleh Agape L. Anthoni (Staf Manajer Hubungan Masyarakat dan Lapangan) dan Anggoro D. B. Saputro (Staf Manajer Keuangan dan Operasional).
Kegiatan ini mencakup pengamatan terhadap jumlah bibit yang berhasil tumbuh dan gagal tumbuh, persentase kelulushidupan (survival rate), persentase pertumbuhan tinggi (growth rate), dan jumlah daun pada setiap bibit mangrove di lokasi penanaman tertentu.
Hasil dari kegiatan ini didapatkan bahwa kondisi bibit mangrove yang sudah ditanam berhasil tumbuh dengan cukup baik.
“Dari 350 bibit mangrove yang telah ditanam tiga bulan yang lalu, didapatkan hasil bahwa terdapat 245 bibit yang dapat tumbuh setelah penyulaman dan 105 bibit yang gagal tumbuh sehingga persentase kelulushidupan mencapai 78,36%. Selain itu, persentase pertumbuhan bibit yang telah ditanam mencapai 4,76%,” ujar Agape. “Hasil tersebut menandakan bahwa bibit mangrove yang telah ditanam tumbuh dalam kondisi yang baik dan persentase pertumbuhan tidak terlalu tinggi dikarenakan tempat penanaman berada di area tambak,” tambahnya.
Pertumbuhan mangrove di area pertambakan lebih lambat dibandingkan di pesisir yang terlindung, terutama karena fluktuasi salinitas yang tinggi. Kondisi ini terjadi akibat perubahan pola pengisian dan pengeringan air tambak yang mengakibatkan kadar garam di tanah dan air tidak stabil. Ketidakstabilan salinitas ini mengganggu proses fisiologis mangrove, khususnya pada fase awal pertumbuhan bibit yang sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan.

Kondisi bibit mangrove setelah penyulaman dan pemantauan.
Selain itu, salinitas yang ekstrem, baik terlalu tinggi maupun terlalu rendah dapat menghambat penyerapan air dan nutrisi oleh akar mangrove, sehingga menghambat perkembangan tanaman secara keseluruhan.
Persentase kelulushidupan bibit mangrove dapat optimal juga jika didukung oleh kondisi lingkungan yang baik. Faktor-faktor yang berperan, antara lain adalah frekuensi dan durasi genangan air yang seimbang, di mana bibit mangrove terendam saat pasang dan mendapatkan oksigen saat surut sehingga dapat tumbuh dengan baik.
“Semoga bibit mangrove yang berhasil tumbuh dapat memberikan manfaat di area pertambakan,” ujar Anggoro. “Menanam mangrove di area pertambakan memberikan banyak manfaat, terutama dalam memulihkan fungsi ekologis lahan yang rusak. Akar mangrove yang rapat mampu menahan intrusi air laut, sekaligus menciptakan habitat bagi berbagai jenis ikan, udang, burung, dan organisme pesisir lainnya, sehingga dapat meningkatkan keanekaragaman hayati di kawasan tersebut,” jelasnya lebih lanjut.
Keseluruhan kegiatan yang berakhir pada pukul 10.00 WIB ini berjalan dengan baik dan lancar yang diakhiri dengan pendokumentasian kegiatan di lapangan untuk pembuatan laporan. (ADM/ARH/ALA/AP).