Bisa Hapus Jejak Emisi Karbon di Bumi, Hasil Pemantauan-Mangrove Mangrove Tag Agustus 2024: Persentase Kelulushidupan Bibit Mangrove Benih Baik dan Telkom Indonesia di SMC Jateng, Semarang Capai 66%

Semarang – Mangrove Tag. Mangrove Tag kembali melakukan program pemantauan mangrove secara rutin di Semarang Mangrove Center (SMC) Jawa Tengah (Jateng). Kegiatan ini sebagai tindak lanjut dari program pendampingan penanaman dan pemantauan 20.000 bibit mangrove yang sudah dilakukan oleh Mangrove Tag kepada Benih Baik dan Telkom Indonesia. (13/08/2024).

Rena Sagita (Staf Manajer Humas dan Lapangan) dan Bambang J. Laksono (Staf Manajer Humas dan Lapangan) mulai melakukan pemantauan pada pukul 08.00 WIB. Pemantauan ini dilakukan setelah 30 bulan pasca penanaman mangrove yang dilakukan pada bulan Maret 2022 yang lalu.

Sebagai informasi, pasang surut dapat menyebabkan perubahan lingkungan yang signifikan, terutama dalam hal distribusi suhu dan salinitas. Pasang surut permukaan air laut juga dapat menyebabkan hilangnya tanaman yang terbawa air. Oleh karena itu, pasang surut merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan rehabilitasi mangrove.

Hasil penanaman Benih Baik dan Telkom Indonesia.

Pengaruh pasang surut terhadap pertumbuhan mangrove terlihat dari durasi genangan air yang dapat menyebabkan perubahan salinitas, meningkat saat pasang dan menurun saat surut, tergantung pada kondisi lingkungan.

Pada kegiatan monitoring dan evaluasi (monev) ini, hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa persentase kelulushidupan bibit mangrove rata-rata di lima titik lokasi penanaman mencapai 66%, dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 20,37%.

“Hasil monitoring pada bulan ke-30 menunjukkan hasil yang baik. Dalam program ini, penanaman dilakukan di lima lokasi yang berbeda, yaitu hamparan pantai, tambak terbengkalai, dan tambak produktif. Tingkat kelulushidupan bibit bervariasi di setiap lokasi. Tertinggi ada di hamparan pantai sebesar 98,89%, hampir sempurna. Pada tambak produktif tingkat kelulushidupannya mencapai 83,33%. Sebaliknya, di tambak terbengkalai, kelulushidupannya hanya mencapai 12,34%, jauh dari harapan,” kata Rena. “Perbedaan tingkat kelulushidupan ini disebabkan oleh variasi kondisi di tiap lokasi, seperti genangan air, suhu, dan salinitas yang berbeda,” lanjutnya.

Bibit mangrove sudah berhasil menjadi pohon muda.

Bambang menambahkan bahwa persentase kelulushidupan bibit mangrove yang tinggi memungkinkan penyimpanan karbon dalam jumlah yang besar, baik di biomassa tumbuhan maupun di sedimen sekitarnya.

“Akar mangrove yang kompleks berperan penting dalam menyerap karbon dioksida dari atmosfer dan menyimpannya dalam jangka waktu yang lama,” kata Bambang. “Oleh karena itu, menjaga dan merehabilitasi ekosistem mangrove adalah langkah strategis untuk mitigasi perubahan iklim dan mengurangi jejak emisi karbon global,” tambah Bambang.

Keseluruhan kegiatan berjalan dengan baik dan lancar yang ditutup pada pukul 11.00 WIB dengan pendokumentasian kegiatan. (RS/AP/ADM).